Hotel Tentrem TRADE MARK JAWA HOTEL BINTANG LIMA PILIHAN OBAMA Harry Tjahjono

Perusahaan besar, apalagi hotel bintang lima, lazimnya memilih trade mark yang gagah, elite dan kebarat-baratan. Oleh karena itu, keputusan Irwan Hidayat, Presdir Sido Muncul, untuk menamai hotel bintang lima miliknya sebagai Hotel Tentrem, hemat saya, terbilang "berani" menabrak kelaziman.
Tapi, Mas Irwan yang saya kenal sejak 1992, memang seorang pengusaha visioner dan berpikiran otentik--sehingga sering dibilang "nyleneh". Ketika produk minuman energi pesaingnya gencar menayangkan iklan yang dibintangi olahragawan internasional berhonor miliaran, misalnya, Mas Irwan justru merilis iklan Kuku Bima produk Sido Muncul yang dibintangi Chris John, petinju nasional yang kemudian menjadi juara tinju dunia. Keputusan "nyleneh" Mas Irwan "menabrak" bintang iklan internasional dengan menampilkan bintang iklan nasional, tentu butuh keberanian mengambil risiko.


Tak hanya itu, Mas Irwan juga menerima tantangan saya untuk menyandingkan Chris John dengan Mbah Maridjan, juru kunci Gunung Merapi! Secara nalar, menyandingkan juara tinju dunia dengan kakek penjaga gunung tentu saja tidak logis. Tapi, keputusan Mas Irwan yang "nyleneh" itu terbukti benar. Iklan tersebut berhasil menempatkan Kuku Bima di puncak persaingan minuman energi. Bahkan kata "ROSA" yang diucapkan Mbah Maridjan dalam bahasa Jawa, yang berarti "perkasa", berhasil menjadi idiom publik setara istilah popular "top markotop".

Tentrem, sebagai trade mark hotel bintang lima di Yogyakarta, tampaknya juga dipilih Mas Irwan secara "nyleneh" tapi terbukti benar. Sebab, sejak dibuka, Hotel Tentrem menjadi tujuan menginap turis asing, wisatawan domestik, pengusaha dan pejabat tinggi, termasuk Presiden Jokowi pernah menginap di hotel bernuansa Jawa itu.


Beberapa waktu yang lalu saya pernah menginap di Hotel Tentrem, sebagai tamu pribadi Mas Irwan. Tentu saja saya merasa tersanjung karena khusus disiapkan kamar di lantai delapan--lantai yang kamarnya bertarif termahal, bersebelahan dengan kamar Mas Irwan menginap bersama istrinya yang aktivis Mother Theresia.
Usai breakfast bersama keluarga dan koleganya, Mas Irwan secara khusus mengajak saya berkeliling penjuru hotel, ditemani salah satu manager hotel. Sambil berkeliling, kepada saya, Mas Irwan dengan bangga menceritakan bahwa disain arsitektur dan interior Hotel Tentrem sepenuhnya dirancang oleh arsitek dan seniman Indonesia.

Pilihan pada arsitek dan seniman Indonesia untuk mendisain Hotel Tentrem, saya pikir bukan semata karena alasan spirit nasionalisme Mas Irwan. Namun, secara kasat masa arsitek dan seniman Indonesia memang berhasil menerjemahkan gagasan dan konsep Mas Irwan tentang "ruh" filosofi "tentrem" pada rancang bangun, pilihan warna dan elemen artistik Hotel Tentrem. Sebagai seniman dan bukan seorang "ahli perhotelan", tentu saya tidak memiliki kompetensi me-review "kehebatan" sebuah hotel bintang lima yang memang sudah hebat. Namun, setidaknya, ketika menginap dan berkeliling penjuru Hotel Tentrem, saya sungguh bisa "merasakan dan menikmati" suasana tenteram, damai dan nyaman karena berada di tempat yang akrab, indah dan elegan.

Tanpa niat melebihkan eksistensi Hotel Tentrem yang sudah eksis, saya pikir pilihan Obama, mantan Presiden Amerika Serikat Obama, yang tahun lalu menginap di hotel milik Mas Irwan, kiranya sudah cukup menjelaskan "kelas dan kualitas" Hotel Tentrem. Sebab, untuk bisa dipilih sebagai tempat menginap mantan Presiden Amerika Serikat, bukan perkara mudah. Tentu harus melewati prosedur standar Amerika tentang keamanan, fasilitas, kualitas dan tetek bengek penilaian lain yang sangat ketat. Apalagi di Yogyakarta juga ada hotel bintang lima lain yang jelas ber-trade mark Amerika. Oleh karena itu, ketika Obama memilih Hotel Tentrem, hemat saya semua prosedur standar negara adi daya itu sudah terjawab dengan sendirinya.

Dan pagi itu, ditemani salah satu manager hotel, saya diajak Mas Irwan melongok kamar yang pernah diinapi Obama, yang terletak di lantai delapan Hotel Tentrem. Begitu masuk, saya langsung terkesan, tepatnya takjub. Saya hanya bisa menyebutnya sebagai elegan. Bahkan sampai ruangan kamar mandinya pun elegan. Begitu pula pilihan warna dan elemen artistik yang tertata di ruangan Mister Obama itu hemat saya estetikanya tidak berlebihan atau dengan kata lain ya elegan.

"Menurutmu bagaimana, Har?" tanya Mas Irwan yang melihat saya terdiam bengong.

Saya cuma manggut-manggut sambil membatin, "Kalau misalnya saya mantan Presiden Amerika dan sedang dolan ke Yogyakarta, saya pasti juga memilih menginap di kamar ini."
Mas Irwan juga membawa saya ke museum atau tepatnya galeri jamu Sido Muncul di lantai dasar. Kemudian diajak melihat, dan foto berdua di depan dua buah bajaj bertanda-tangan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla yang dipajang di lobi Hotel Tentrem. Dua buah Bajaj? Ya. Moda transportasi rakyat kebanyakan itu dengan "santai" terparkir di lobi hotel bintang lima, bahkan menjadi ikon Hotel Tentrem yang popular untuk selfie tamu-tamu asing maupun domestik.

Dalam kesempatan lain, saya ingin menulis tentang galeri Jamu Sido Muncul dan dua bajaj yang menjadi ikon otentik Hotel Tentrem. Untuk berbagi "pengalaman" sekaligus sebagai penghargaan kepada Mas Irwan, sosok pengusaha visioner dan "nyleneh", seorang filantropis yang memiliki passion berlebih untuk mencintai sesama manusia dan nilai kemanusiaan. 

Komentar