Awal Maret lalu, 2/3/2018, saya diajak Prof. DR. Ahmad Erani Yustika PhD, Dirjen Pembangunan Kawasan Perdesaan Kemendes PDTT, untuk menyaksikan peresmian Pasar Kawasan Perdesaan “Sumber Makmur” di Blora, yang merupakan unit usaha Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDESMA) Desa Puledagel, Desa Bacem dan Desa Kawengan, Kecamatan Jepon, Blora. Peresmian Pasar Kawasan “Sumber Maknur" juga dihadiri Djoko Nugroho, Bupati Blora.
Saya mengenal Mas Erani lebih sebagai aktivis, penulis esai ekonom terkemuka, yang mengisi waktu luangnya dengan menulis puisi. Oleh karena itu saya tidak heran jika ia mengawali pidato tanpa teks dengan kalimat sugestif, “Desa adalah Ibu Kandung kehidupan, dan para petani adalah mereka yang selama ini menjaga dan merawatnya, sehingga mereka lebih dari layak untuk dimuliakan dan disejahterakan."
Esoknya, dalam perbincangan dari Blora menuju Karanganyar untuk meresmikan penggilingan padi yang dikelola Bumdes beberapa desa, saya menyerap pemahaman bahwa tujuan pembangunan berbasis kawasan yang melibatkan beberapa desa bukan semata untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi rakyat pedesaan, melainkan juga untuk merekatkan kembali harmoni hubungan antardesa, untuk meneguhkan kembali kekerabatan dan kegotong-royongan antar warga desa, yang dewasa ini cenderung terkikis pelbagai perbedaan.
Membangun kembali harmoni, kekerabatan dan kegotong-royongan antar desa, hemat saya jauh lebih menjajikan harapan dibanding sekadar membangun infrastruktur belaka. Sebab, kita tahu, maraknya tawuran antardesa yang cenderung meningkat belakangan ini, merupakan realitas faktual yang bikin miris. Atas nama kedaulatan batas desa atau “martabat" individual warga desa, perkara sepele bisa menjadi perang antardesa. Warga desa yang di masa lalu mampu menjaga harmoni hubungan sesama manusia, dewasa ini cenderung terpenggal pelbagai “perbedaan".
Retaknya harmoni hubungan sesama manusia, kita tahu, bahkan juga menjadi dilemma dunia. Konflik dan perang berdarah pecah di penjuru belahan bumi. Bagi yang pesimistik, realitas faktual tersebut dianggap akan berlangsung permanen, sebuah kehendak zaman yang tidak terelakkan. Sedangkan bagi mereka yang optimistik, harmoni hubungan sesama manusia masih bisa dibangun kembali. Dengan pelbagai upaya, tentu saja.
Di Amerika, misalnya. Di negara adi daya serupa “panci peleburan berisi beragam Ras dan Agama" itu sudah sejak lama dilakukan upaya membangun kembali harmoni hubungan sesama manusia lewat jalan budaya berupa seni rupa, film dan TV Program “propaganda yang canggih". Serial The Picker yang tayang di channel History, misalnya, menjahit kembali sejarah Amerika dengan memulung remah-remah produk budaya masa lalu berupa barang kawak seraya menggali kembali harmoni hubungan antarmanusia yang tertimbun waktu.
Dalam konteks upaya membangun kembali harmoni hubungan sesama manusia, Pembangunan Kawasan Perdesaan hemat saya merupakan langkah penting yang layak diapresiasi sebagai gerakan budaya berkelanjutan. Sebab, harmoni hubungan sesama manusia yang “menghidupi" pasar tradisional, misalnya, sungguh perlu dirawat dan dimuliakan. Sebab, maraknya supermarket dan minimarket hingga pelosok desa membuat manusia menjadi terpaksa dan terbiasa berhubungan dengan benda mati berlabel harga. Bukan tidak mungkin pada akhirnya kelak manusia akan tertular menjadi “benda berlabel harga" dan mengalami kegagalan dalam menjalin hubungan harmoni dengan sesama manusia.
Selain mengupayakan Pembangunan Pasar Kawasan dan atau penggilingan padi yang dikelola Bumdes beberapa desa, sejak 2018 Dana Desa juga dibolehkan undang-undang untuk digunakan membangun infrastruktur secara terpadu oleh beberapa desa yang saling bersinerg. Dengan demikian jika yang dibangun jalan desa, misalnya, maka ruas jalan yang diwujudkan tidak tumpang tindih atau berselisih sehingga jaringan jalan antar desa bisa saling terhubung dan menyatukan
Dari perspektif budaya, Pembangunan Kawasan Perdesaan sesungguhnya adalah upaya membangun kembali harmoni hubungan antar desa dan antar manusia. Membangun kembali kekerabatan dan kegotong-royongan yang dewasa mulai terkikis zaman. Pembangunan Kawasan Perdesaan sesungguhnya adalah upaya, “Merawat Ibu kandung kehidupan," seperti kata mas Erani. Adalah demi meneguhkan kredo Bhineka Tunggal Ika yang menjadi jati diri Indonesia.
Salam Manusia Gembira
Komentar
Posting Komentar